KATADATA - Beragam cara dilakukan oleh Pemerintah Singapura
untuk membatasi kepemilikan mobil guna mengatasi kemacetan di negara tersebut.
Upaya tersebut mengakibatkan Singapura dikenal sebagai lokasi untuk memiliki
mobil pribadi paling mahal di dunia.
Dengan beraneka kebijakan tersebut, harga sebuah mobil di Singapura menjadi empat hingga enam kali lipat di Indonesia. Misalnya, harga mobil serbaguna sejuta umat, seperti Toyota Avanza 1.500 cc di Indonesia dijual Rp 180-an juta, bahkan Avanza Veloz yang baru diluncurkan dijual seharga Rp 195 juta. Namun, di Singapura, harga mobil dengan spesifikasi yang sama ini bisa mencapai enam kali lipat dari harga di Indonesia.
Simak saja contohnya di Borneo Motors, sebuah dealer yang berlokasi di Leng Kee Road, Singapura. Di situs dealer resmi Toyota yang bisa diakses di www.borneomotors.com.sg tersebut, harga mobil Toyota Avanza yang diimpor dari Indonesia ini dijual Sin$ 138.000 - 142.000. Dengan kurs yang berlaku saat ini yakni Rp 9.140 per Sin$, harga mobil tersebut setara dengan Rp 1,3 miliar.
Demikian halnya dengan sedan Toyota Corolla Altis 1.800 cc, di Singapura rata-rata dijual sebesar Sin$ 160 ribu atau sekitar Rp 1,5 miliar. Itu juga jauh lebih mahal dibandingkan di pasar Indonesia yang dijual Rp 355 juta. Di Malaysia, harga mobil ini juga dilepas di kisaran Rp 380 jutaan.
Pemerintah Singapura berdalih harus membatasi kepemilikan mobil karena luas wilayah negara ini terbatas, yakni hanya 710 kilometer persegi, lebih kecil dari luas Jakarta yang mencapai 740 kilometer persegi. Dari keseluruhan wilayah darat, hanya 12 persen yang digunakan untuk jalur transportasi. Upaya ini dilakukan juga untuk mengatasi kemacetan agar tidak seperti terjadi di kota-kota besar di Asia Tenggara lainnya, seperti Jakarta dan Bangkok, Thailand.
Lantas, biaya apa saja yang menyebabkan harga mobil di Singapura sangat mahal, bahkan salah satu termahal di dunia?
Menurut Otoritas Transportasi Darat Singapura, untuk memiliki sebuah mobil, baik untuk pribadi, perusahaan maupun penyewaan, warga Singapura tidak hanya membayar senilai harga mobil di pasar, namun harus membayar berbagai jenis biaya lainnya, seperti:
Pertama, berupa biaya pendaftaran sebesar Sin$ 140, lalu ditambah pajak pendaftaran mobil atau dikenal dengan Additional Registration Fee (ARF) dengan tarif berjenjang dari 100 persen hingga 180 persen dari harga mobil bergantung pada harga mobil.
Untuk harga mobil sampai Sin$ 20 ribu hanya dikenakan pajak pendaftaran 100 persen dari nilai pasar mobil. Namun, untuk harga mobil lebih mahal dari itu, akan dikenakan tarif lebih tinggi. Untuk Toyota Avanza misalnya, pajak pendaftaran sekitar Sin$ 16.500 atau Rp 150 juta atau setara dengan 100 persen nilai pasar mobil tersebut.
Kedua, pemerintah mewajibkan setiap pembeli mobil untuk membayar Sertifikat Hak Milik atau Certificate of Entitlement (COE) dengan tarif mahal. Karena jumlah sertifikat dibatasi hanya 30 ribu unit per tahun, maka proses untuk mendapatkan sertifikat tersebut dilelang dan berlaku hanya untuk 10 tahun.
Rata-rata, biaya untuk mendapatkan COE sebesar Sin$ 87 ribu atau hampir Rp 800 juta. Untuk memiliki mobil jenis Toyota Avanza dikenakan biaya COE sekitar 83 ribu atau Rp 760 juta.
Ketiga, pajak jalan dengan tarif didasarkan pada kapasitas mesin dan usia mobil. Semakin besar kapasitas mesin, maka tarif pajak jalan akan semakin mahal. Misalnya, untuk mobil berkapasitas 1.600 cc dikenakan pajak jalan sekitar Sin$ 744 untuk jangka waktu setahun. Semakin tua usia mobil akan dikenakan pajak jalan lebih tinggi. Misalnya, untuk mobil berusia 11 tahun, tambahan pajak jalan sebesar 10 persen dan mobil berusia 14 tahun tambahan sebesar 50 persen.
Selain harus membayar Rp 1,3 miliar untuk memiliki Toyota Avanza, seperti halnya pemilik mobil jenis lainnya, mereka juga akan dibebani biaya-biaya lainnya saat akan memacu mobilnya di jalanan Singapura.
Pertama, mereka dihadang dengan kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) yang juga ingin diterapkan Gubernur Jokowi di Jakarta. Kebijakan ERP mewajibkan pemilik mobil membayar saat melewati jalan-jalan utama dan kawasan pusat bisnis di Singapura. Di sana, tarif berubah-ubah tergantung pada tingkat kepadatan lalu lintas. Misalnya, di Victoria Street dikenakan tarif sebesar Sin$ 2,5 pada pukul 8.30-9.00, namun diturunkan menjadi Sin$ 0,5 pada pukul 9.55-10.00.
Kedua, pengendara mobil juga harus siap membayar mahal saat memarkir mobilnya. Misalnya untuk parkir di Shaw Tower, satu kawasan bisnis di Singapura, tarif parkir satu jam pertama sebesar Sin$ 1, untuk setiap jam berikutnya sebesar Sin$ 2,15. Jadi, bila ingin parkir sekitar 10 jam, maka akan membayar Sin$ 20,35 atau sekitar Rp 186 ribu.
Ketiga, saat mengisi bensin, pemilik mobil juga harus siap-siap untuk menguras kantong. Menurut data Bank Dunia, harga bensin sebesar US$ 1,68 atau Rp 19 ribu hanya untuk satu liter BBM, tiga kali lipat harga premium di Indonesia Rp 6.500. Sekali isi tanki mobil sebanyak 20 liter BBM, harus menyiapkan setidaknya Rp 380 ribu.
Dengan beban biaya yang sedemikian mahal, hanya sedikit warga Singapura yang berminat memiliki mobil. Dari total 5,3 juta populasi negara pulau tersebut, hanya 12 persen yang mempunyai mobil. Sisanya, 88 persen atau 4,7 juta jiwa penduduk Singapura lebih suka bergelantungan dan terkadang berdesakan di MRT, Monorel serta Bus yang nyaman dan tepat waktu.
Meski dikenal sebagai negara paling makmur keempat di dunia dengan pendapatan per kapita US$ 51,7 ribu atau Rp 570 juta per tahun, menurut Mohit Arora, Direktur Eksekutif JD Power and Associates, sebuah lembaga riset pasar, bagi sebagian besar warga Singapura memiliki mobil membutuhkan upaya berat.
"Di sini, orang lebih suka membeli properti ketimbang membeli mobil," kata seorang penjual mobil seperti diwartakan CNBC pada 6 Maret 2013, lalu.
Dengan beraneka kebijakan tersebut, harga sebuah mobil di Singapura menjadi empat hingga enam kali lipat di Indonesia. Misalnya, harga mobil serbaguna sejuta umat, seperti Toyota Avanza 1.500 cc di Indonesia dijual Rp 180-an juta, bahkan Avanza Veloz yang baru diluncurkan dijual seharga Rp 195 juta. Namun, di Singapura, harga mobil dengan spesifikasi yang sama ini bisa mencapai enam kali lipat dari harga di Indonesia.
Simak saja contohnya di Borneo Motors, sebuah dealer yang berlokasi di Leng Kee Road, Singapura. Di situs dealer resmi Toyota yang bisa diakses di www.borneomotors.com.sg tersebut, harga mobil Toyota Avanza yang diimpor dari Indonesia ini dijual Sin$ 138.000 - 142.000. Dengan kurs yang berlaku saat ini yakni Rp 9.140 per Sin$, harga mobil tersebut setara dengan Rp 1,3 miliar.
Demikian halnya dengan sedan Toyota Corolla Altis 1.800 cc, di Singapura rata-rata dijual sebesar Sin$ 160 ribu atau sekitar Rp 1,5 miliar. Itu juga jauh lebih mahal dibandingkan di pasar Indonesia yang dijual Rp 355 juta. Di Malaysia, harga mobil ini juga dilepas di kisaran Rp 380 jutaan.
Pemerintah Singapura berdalih harus membatasi kepemilikan mobil karena luas wilayah negara ini terbatas, yakni hanya 710 kilometer persegi, lebih kecil dari luas Jakarta yang mencapai 740 kilometer persegi. Dari keseluruhan wilayah darat, hanya 12 persen yang digunakan untuk jalur transportasi. Upaya ini dilakukan juga untuk mengatasi kemacetan agar tidak seperti terjadi di kota-kota besar di Asia Tenggara lainnya, seperti Jakarta dan Bangkok, Thailand.
Lantas, biaya apa saja yang menyebabkan harga mobil di Singapura sangat mahal, bahkan salah satu termahal di dunia?
Menurut Otoritas Transportasi Darat Singapura, untuk memiliki sebuah mobil, baik untuk pribadi, perusahaan maupun penyewaan, warga Singapura tidak hanya membayar senilai harga mobil di pasar, namun harus membayar berbagai jenis biaya lainnya, seperti:
Pertama, berupa biaya pendaftaran sebesar Sin$ 140, lalu ditambah pajak pendaftaran mobil atau dikenal dengan Additional Registration Fee (ARF) dengan tarif berjenjang dari 100 persen hingga 180 persen dari harga mobil bergantung pada harga mobil.
Untuk harga mobil sampai Sin$ 20 ribu hanya dikenakan pajak pendaftaran 100 persen dari nilai pasar mobil. Namun, untuk harga mobil lebih mahal dari itu, akan dikenakan tarif lebih tinggi. Untuk Toyota Avanza misalnya, pajak pendaftaran sekitar Sin$ 16.500 atau Rp 150 juta atau setara dengan 100 persen nilai pasar mobil tersebut.
Kedua, pemerintah mewajibkan setiap pembeli mobil untuk membayar Sertifikat Hak Milik atau Certificate of Entitlement (COE) dengan tarif mahal. Karena jumlah sertifikat dibatasi hanya 30 ribu unit per tahun, maka proses untuk mendapatkan sertifikat tersebut dilelang dan berlaku hanya untuk 10 tahun.
Rata-rata, biaya untuk mendapatkan COE sebesar Sin$ 87 ribu atau hampir Rp 800 juta. Untuk memiliki mobil jenis Toyota Avanza dikenakan biaya COE sekitar 83 ribu atau Rp 760 juta.
Ketiga, pajak jalan dengan tarif didasarkan pada kapasitas mesin dan usia mobil. Semakin besar kapasitas mesin, maka tarif pajak jalan akan semakin mahal. Misalnya, untuk mobil berkapasitas 1.600 cc dikenakan pajak jalan sekitar Sin$ 744 untuk jangka waktu setahun. Semakin tua usia mobil akan dikenakan pajak jalan lebih tinggi. Misalnya, untuk mobil berusia 11 tahun, tambahan pajak jalan sebesar 10 persen dan mobil berusia 14 tahun tambahan sebesar 50 persen.
Selain harus membayar Rp 1,3 miliar untuk memiliki Toyota Avanza, seperti halnya pemilik mobil jenis lainnya, mereka juga akan dibebani biaya-biaya lainnya saat akan memacu mobilnya di jalanan Singapura.
Pertama, mereka dihadang dengan kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) yang juga ingin diterapkan Gubernur Jokowi di Jakarta. Kebijakan ERP mewajibkan pemilik mobil membayar saat melewati jalan-jalan utama dan kawasan pusat bisnis di Singapura. Di sana, tarif berubah-ubah tergantung pada tingkat kepadatan lalu lintas. Misalnya, di Victoria Street dikenakan tarif sebesar Sin$ 2,5 pada pukul 8.30-9.00, namun diturunkan menjadi Sin$ 0,5 pada pukul 9.55-10.00.
Kedua, pengendara mobil juga harus siap membayar mahal saat memarkir mobilnya. Misalnya untuk parkir di Shaw Tower, satu kawasan bisnis di Singapura, tarif parkir satu jam pertama sebesar Sin$ 1, untuk setiap jam berikutnya sebesar Sin$ 2,15. Jadi, bila ingin parkir sekitar 10 jam, maka akan membayar Sin$ 20,35 atau sekitar Rp 186 ribu.
Ketiga, saat mengisi bensin, pemilik mobil juga harus siap-siap untuk menguras kantong. Menurut data Bank Dunia, harga bensin sebesar US$ 1,68 atau Rp 19 ribu hanya untuk satu liter BBM, tiga kali lipat harga premium di Indonesia Rp 6.500. Sekali isi tanki mobil sebanyak 20 liter BBM, harus menyiapkan setidaknya Rp 380 ribu.
Dengan beban biaya yang sedemikian mahal, hanya sedikit warga Singapura yang berminat memiliki mobil. Dari total 5,3 juta populasi negara pulau tersebut, hanya 12 persen yang mempunyai mobil. Sisanya, 88 persen atau 4,7 juta jiwa penduduk Singapura lebih suka bergelantungan dan terkadang berdesakan di MRT, Monorel serta Bus yang nyaman dan tepat waktu.
Meski dikenal sebagai negara paling makmur keempat di dunia dengan pendapatan per kapita US$ 51,7 ribu atau Rp 570 juta per tahun, menurut Mohit Arora, Direktur Eksekutif JD Power and Associates, sebuah lembaga riset pasar, bagi sebagian besar warga Singapura memiliki mobil membutuhkan upaya berat.
"Di sini, orang lebih suka membeli properti ketimbang membeli mobil," kata seorang penjual mobil seperti diwartakan CNBC pada 6 Maret 2013, lalu.
Sumber: http://www.kaskus.co.id/thread/5305590c3ecb1729178b46a9
hanya kalangan super kaya yg bisa punya mobil di Singapur ya....
ReplyDeleteayo bergabung diajoqq , silakan coba keberuntungan anda disini dan menangkan ratusan juta rupiah,hadiah menantikan
ReplyDeleteanda silakan bergabung invite pin bb#58cd292c
"Selamat siang Bos 😃
ReplyDeleteMohon maaf mengganggu bos ,
apa kabar nih bos kami dari Agen365
buruan gabung bersama kami,aman dan terpercaya
ayuk... daftar, main dan menangkan
Silahkan di add contact kami ya bos :)
Line : agen365
WA : +85587781483
Wechat : agen365
terimakasih bos ditunggu loh bos kedatangannya di web kami kembali bos :)"